Mengapa Tak Segera Beralih ke Energi Terbarukan ?
sumber : finance.yahoo.com |
1. Biaya energi terbarukan yang 'mahal'
Biaya masih menjadi tantangan utama yang menjadi hambatan untuk mengalihkan sumber energi fosil ke sumber energi terbarukan. Apalagi masyarakat yang sering merasa keberatan jika biaya listrik naik. Biaya energi terbarukan jika dibandingkan dengan energi fosil secara kasat mata memang masih belum bisa bersaing. Sebuah studi (2013) oleh Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Indonesia (Puspiptek) membandingkan biaya produksi listrik untuk berbagai tipe pembangkit.
sumber : zenius.net |
Nah, dilihat dari tabel di atas, pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil (PLTU Batu Bara dan PLTG) cenderung lebih murah daripada sumber energi lainnya.
Energi terbarukan yang harganya lebih murah dari energi fosil adalah PLTA, namun PLTA hanya bisa optimal menghasilkan listrik jika volume air di waduk cukup untuk menggerakkan turbin, perlu usaha yang lebih besar untuk menghasilkan listrik di musim kemarau yang jarang turun hujan.
Ongkos produksi listrik PLTB (bayu/angin) mahal karena biaya turbinnya mahal serta efisiensinya juga rendah. Biaya listrik PLTP (panas bumi/geothermal) juga mahal karena perizinannya yang susah dan tingkat kegagalannya tinggi sehingga investor jarang yang mau melirik sumber energi panas bumi. PLTS atau pembangkit listrik tenaga surya/ matahari juga sangat mahal karena memang panel surya harganya sangat mahal karena teknologi yang digunakan dalam membuat sel surya adalah teknologi tingkat tinggi.
Namun sebenarnya biaya tersebut bukan biaya sebenarnya karena hitung-hitungannya masih menggunakan ekonomi konvensional yang tidak memperhatikan biaya pengelolaan limbah ataupun dampak sosial, lingkungan, dan dampak lain yang dihasilkan dari pembangkit listrik tersebut. Jika menggunakan hitungan ekonomi lingkungan yang menambahkan biaya lingkungan, yang juga didasarkan pertimbangan lain, seperti kesehatan masyarakat, perlindungan lingkungan, dan perubahan iklim, maka biaya energi terbarukan bisa bersaing secara kompetitif dengan biaya energi fosil.
2. Energi terbarukan bersifat 'intermittent'
Energi terbarukan cenderung bersifat intermittent yang artinya sumber energinya tidak stabil karena tidak bisa dipastikan kapan energi bisa terus digunakan. Pada musim kemarau misalnya hujan turun kadang-kadang. Angin juga tidak selalu berhembus. Mataharipun hanaya bersinar di pagi hari, atau kalau mendung ya ngga ada sinar matahari. Sifat sumber energi air, angin, dan surya yang intermittent berbeda 180 derajat dengan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil bisa tersedia kapan saja (walaupun suatu saat akan habis), tinggal diambil, dan ditransportasikan. Batu bara bisa dikeruk secara massal, dikirim lewat kapal dan truk ke berbagai PLTU Batubara. Gas alam bisa ditransportasikan lewat pipa-pipa gas. Minyak bumi bisa disimpan dalam tangki kendaraan.
Kelemahan ini menimbulkan tantangan pengembangan teknologi baru untuk menyimpan sumber energi terbarukan agar tersedia setiap saat, walaupun sumber energinya sedang tidak ada. Misal sistem penyimpanan air hujan biar nanti saat kemarau tetap bisa menggunakan energi air atau sistem penyimpanan cahaya matahari saat lagi terik-teriknya sehingga saat malam atau saat mendung enrgi matahari masih bisa digunakan.
Energi terbarukan cenderung bersifat intermittent yang artinya sumber energinya tidak stabil karena tidak bisa dipastikan kapan energi bisa terus digunakan. Pada musim kemarau misalnya hujan turun kadang-kadang. Angin juga tidak selalu berhembus. Mataharipun hanaya bersinar di pagi hari, atau kalau mendung ya ngga ada sinar matahari. Sifat sumber energi air, angin, dan surya yang intermittent berbeda 180 derajat dengan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil bisa tersedia kapan saja (walaupun suatu saat akan habis), tinggal diambil, dan ditransportasikan. Batu bara bisa dikeruk secara massal, dikirim lewat kapal dan truk ke berbagai PLTU Batubara. Gas alam bisa ditransportasikan lewat pipa-pipa gas. Minyak bumi bisa disimpan dalam tangki kendaraan.
Kelemahan ini menimbulkan tantangan pengembangan teknologi baru untuk menyimpan sumber energi terbarukan agar tersedia setiap saat, walaupun sumber energinya sedang tidak ada. Misal sistem penyimpanan air hujan biar nanti saat kemarau tetap bisa menggunakan energi air atau sistem penyimpanan cahaya matahari saat lagi terik-teriknya sehingga saat malam atau saat mendung enrgi matahari masih bisa digunakan.
3. Kesenjangan resources antara energi fosil dan energi terbarukan
Sumber daya untuk pembangkit listrik dengan tenaga fosil tentu sudah sangat berkembang pesat karena memang sudah lama digunakan sehingga tentu risetnya juga sudah banyak dilakukan, sehingga bisa dipastikan sumber energi ini memiliki infrastruktur pembangkit listrik yang banyak, sistem penyimpanan dan distribusi energi yang telah mumpuni, serta banyak SDM ahli yang berkecimpung di dunia perminyakan dan penambangan energi fosil.
Berbeda dengan sumber energi terbarukan yang baru menjadi perhatian serius setelah mulai dirasakan dampak buruk energi fosil terhadap lingkungan juga kesadaran bahwa energi fosil semakin sedikit dan lama-lama bisa habis. Teknologi terkait sumber energi terbarukan memang sudah banyak, misalnya terkait sistem penyimpanan energi terbarukan seperti hydro pump, solar panel, dan lain sebagainya. Namun, masih diperlukan riset yang lebih mendalam terkait teknologi tersebut agar benar-benar stabil dan terjangkau seluruh kalangan. Tenaga ahli di bidang energi terbarukan juga tentu belum sebanyak tenaga ahli di bidang energi fosil. Infrastrukturnya pun juga jelas jauh lebih sedikit dibandingkan energi fosil.
Kabar baiknya sekarang investor berlomba-lomba memberikan kucuran dana yang besar untuk pengembangan energi terbarukan dan mulai meninggalkan investasi untuk sumber energi fosil, sehingga energi terbarukan ini kedepannya memiliki potensi besar untuk bisa menggantikan energi fosil. Semoga 100% sumber energi di masa depan berasal dari energi bersih dan terbarukan serta dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Aamiin.
Sumber :
https://www.zenius.net/blog/12320/energi-ramah-lingkungan-terbarukan
Sumber daya untuk pembangkit listrik dengan tenaga fosil tentu sudah sangat berkembang pesat karena memang sudah lama digunakan sehingga tentu risetnya juga sudah banyak dilakukan, sehingga bisa dipastikan sumber energi ini memiliki infrastruktur pembangkit listrik yang banyak, sistem penyimpanan dan distribusi energi yang telah mumpuni, serta banyak SDM ahli yang berkecimpung di dunia perminyakan dan penambangan energi fosil.
Berbeda dengan sumber energi terbarukan yang baru menjadi perhatian serius setelah mulai dirasakan dampak buruk energi fosil terhadap lingkungan juga kesadaran bahwa energi fosil semakin sedikit dan lama-lama bisa habis. Teknologi terkait sumber energi terbarukan memang sudah banyak, misalnya terkait sistem penyimpanan energi terbarukan seperti hydro pump, solar panel, dan lain sebagainya. Namun, masih diperlukan riset yang lebih mendalam terkait teknologi tersebut agar benar-benar stabil dan terjangkau seluruh kalangan. Tenaga ahli di bidang energi terbarukan juga tentu belum sebanyak tenaga ahli di bidang energi fosil. Infrastrukturnya pun juga jelas jauh lebih sedikit dibandingkan energi fosil.
Kabar baiknya sekarang investor berlomba-lomba memberikan kucuran dana yang besar untuk pengembangan energi terbarukan dan mulai meninggalkan investasi untuk sumber energi fosil, sehingga energi terbarukan ini kedepannya memiliki potensi besar untuk bisa menggantikan energi fosil. Semoga 100% sumber energi di masa depan berasal dari energi bersih dan terbarukan serta dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Aamiin.
Sumber :
https://www.zenius.net/blog/12320/energi-ramah-lingkungan-terbarukan
Comments
Post a Comment